MENGESTAFETKAN NILAI-NILAI PESANTREN

Oleh: Ahmad Zaenuri, S.H.I

        Lembaga pendidikan pesantren telah berkiprah secara signifikan pada setiap zaman yang dilaluinya; baik sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan ajaran-ajaran Islam, sebagai kubu pertahanan Islam, sebagai lembaga perjuangan dan dakwah, maupun sebagai lembaga pemberdayaan dan pengabdian masyarakat. Karena itu, hingga kini, eksistensi pesantren tetap dipertahankan dan bahkan terus dikembangkan agar dapat meningkat kualitas dan kuantitas peran dan kontribusinya bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa, lahir-batin dan dunia-akhirat.

        Sebagai lembaga pendidikan islam yang berasaskan keislaman, keilmuan dan kemasyarakatan, pesantren adalah wadah untuk mendidik kehidupan manusia secara total, baik pola pikir, sikap maupun perilakunya. Pesantren mempunyai identitas mandiri, anti penjajah dan penjajahan serta membebaskan umat manusia dari pengaruh-pengaruh negatif yang bisa menyerang moral, mental, tradisi dan kepribadian umat islam. Dengan melihat konsistensi dan kiprah pesantren dalam mencetak generasi yang bermental kuat, berbudi tinggi, berbadan sehat serta berpengatahuan luas itulah sehingga diharapkan mampu mencetak ilmuwan-ilmuwan dan kader-kader pemimpin umat yang intelek, bukan hanya sekedar tahu agama. Dalam mendidik santri dan membimbing umat, Para Kyai Pesantren selalu berusaha untuk menjauhi segala hal yang bisa merusak akidah dan akhlaq, baik langsung maupun tidak langsung. Maka tidaklah heran, jika pesantren-pesantren lama banyak yang berlokasi di desa-desa terpencil. Ini tidak lepas dari sikap protes para kiyai yang sangat keras terhadap segala bentuk kebatilan, ketidak-adilan, dan kemaksiatan yang dilakukan oleh kaum penjajah waktu itu. Bahkan pada masa penjajahan dan awal kemerdekaan, pesantren selalu menjadi pusat perlawanan terhadap kolonialisme dan kaum kolonial. Tidak sedikit dari para kiyai dan santrinya yang mati syahid sebagai kusuma bangsa di medan peperangan. Maka perlu diperhatikan estafet terhadap nilai-nilai dasar kepesantrenan dan jiwa kemodernan agar terus mampu berperan dan berkontribusi bagi kejayaan islam dalam menghadapi tantangan modernisasi sekarang ini.

        Diantara nilai-nilai pesantren yang menjadi landasan dasar, sumber acuan dan bingkai segala kegiatan yang dilakukannya, adalah sebagai berikut: Pertama adalah Nilai Dasar Agama Islam. Bahwa nilai dan ajaran yang dikembangkan di pondok pesantren selalu bersumber dari nilai-nilai dasar agama Islam yang tercermin dalam Akidah, Syari’ah dan Akhlak Islam. Karena pada hakikatnya, pondok pesantren adalah sebuah lembaga keislaman yang timbul atas dasar dan untuk tujuan keislaman. Motivasi utama para kiyai dalam mendirikan pondok pesantren, tidak lain karena rasa keterpanggilan mereka untuk melanjutkan risalah yang telah dirintis oleh para Nabi dan Rasul, Shalawatullahi alaihim. Para kiyai itu menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris para Nabi yang tidak saja harus       mewarisi sifat-sifat dari akhlaknya, tetapi juga tugas dan kewajibannya dalam menyampaikan risalah Allah kepada ummat manusia. Karena itu keberadaan pondok pesantren tidak bisa dilepaskan dari konteks dan misi dakwah islamiyah. Kedua adalah Nilai Budaya Bangsa. Sesuai dengan latar belakang sejarahnnya, nilai-nilai dasar Islam yang dikembangkan di pondok pesantren, realisasinya selalu disesuaikan secara harmonis dan akomodatif dengan budaya asli bangsa Indonesia, tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip yang menjadi landasan utamanya. Bentuk dan sistem pendidikan pondok pesantren ini hanya ada dan dikenal saja, dan tidak terdapat di belahan dunia manapun. Bahkan juga tidak dikenal di negara-negara Arab, tempat lahirnya agama Islam itu sendiri. Namun lambat laun seiring dengan perkembangan zaman, sistem pesantren yang ada sekarang selalu irraversible (berkembang dan menjaman) terhadap budaya asli bangsa Indonesia yang modern sehingga eksistensinya bisa diterima oleh masyarakat. Ketiga adalah Nilai Pendidikan. Sejak semula, pondok pesantren berdiri dan didirikan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran Islam kepada umat Islam, agar mereka menjadi “khoiru ummatin ukhrijat linnasi”, yaitu umat yang berkualitas lahir dan batin, yang berkualitas iman, akhlak, ilmu dan amalnya. Selain itu pesantren juga mengembang misi untuk mencetak “mundzirul qoum” yaitu ulama pendakwah misi Islam (du’aat) dan mutafaqqih fid-din, sebagai kader-kader penerus dakwah islamiyah dan indzarul qoum di tengah-tengah masyarakat. Para kiyai pengasuh pesantren menyadari bahwa untuk mencapai maksud tersebut hanyalah bisa dilakukan lewat pendidikan. Karena itu, nilai-nilai dasar pendidikan senantiasa menjadi landasan dan sumber acuan bagi seluruh kegiatan sehari-hari di pesantren. Teknis nilai pendidikan yang diajarkan itu dimulai dengan sebuah pengarahan oleh para Kyai, kemudian diadakan pelatihan dan penugasan-penugasan guna meningkatkan skill dan keterampilan para santri. Seorang kyai selalu mengawal proses yang berlangsung dengan menjadi uswah hasanah, evaluator dan pemberi wejangan-wejangan sehingga tanpa disadari pendidikan yang dikonsep sedemikian rupa bisa menjadi kebiasaan peserta didik karena ada kesadaran dan keterpanggilan untuk melatih dan meningkatkan diri. Keempat adalah Nilai Perjuangan dan Pengorbanan. Para kiyai pengasuh pesantren menyadari sepenuhnya bahwa tugas-tugasnya di pesantren adalah suatu perjuangan berat yang membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, lahir maupun batin.  Tidak sedikitpun terlintas dalam pikiran mereka niat untuk mencari kesenangan dan keuntungan duniawi. Nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan selalu menjadi landasan mereka dalam kegiatan sehari-hari. Diantara filosofi yang mendasari adalah “Bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan, Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja”.

        Nilai dan ajaran pesantren yang telah dipaparkan di atas adalah nilai keislaman yang sesuai dengan ajaran baginda Rasullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Maka nilai-nilai itu harus diestafetkan kepada generasi-generasi sekarang dan mendatang, bukan estafet harta, barang, kemewahan dan kekayaan, tetapi estafet nilai, ruh, dan jiwa sehingga Islam dan Bangsa Indonesia memiliki jatidiri, identitas, karakter, dan budi pekerti agar tercapai kejayaan umat islam dan bangsa. (Zaira).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Senam Pagi Mingguan Santri Pondok Modern Al-Barokah

  العقل السليم فى الجسم السليم ,Salah satu filsafat yang selalu didapati…

Taharrak Fa-Inna Fil Harakati Barakah

 AYO OLAHRAGA………….   Taharrak Fa-Inna Fil Harakati Barakah (Bergeraklah, karena setiap gerakan…