Masjid Jami’ Pondok Modern Al-Barokah Nganjuk
Belajar dari apa yang telah kita kerjakan beberapa bulan ini, ada beberapa yang harus kita garis bawahi. Pertama, proses belajar mengajar. Tidak terasa sudah berada pada saat-saat dimana kita harus mengukur tahapan yang telah kita berikan pada murid-murid kita yang sampai saat ini masih banyak memiliki tanggung jawab ekstrakulikuler. Tanpa disengaja kita juga membebani waktu dan pikiran kita. Maka harus ada skala prioritas. Saya berharap, saya pernah sarankan bahwa dari kelas 1 sampai kelas 6 ini ada beberapa anak yang memiliki kategori mampu. Secara intelektual anak-anak yang mungkin urutan 1,2,3, mungkin kalau 5 terlalu berat. 1,2 dan 3 saja kita butuh waktu sebulan mungkin dua bulan. Itu harus ada takhasus, karena apa? Target-target kita untuk mendapatkan beasiswa tingkat regional maupun nasional. Ketika anak-anak mengikuti seleksi di dalam maupun luar negeri itu kategori mereka yang memiliki kelebihan, memiliki nilai yang cukup. Kita bisa sekarang, sudah bismillah sudah istiqomah berupaya dengan serius hidup matinya pondok ini tidak lagi berpikit tentang kurikulum. Kita hanya harus focus mengajar dengan waktu dan padahal pengembangan kapasitas kita. Karena pada dirosah islamiyyah, dirosah lughowiyyah yang ada di pondok-pondok seperti kita itu sudah selangkah lebih maju apalgi ketika di Gontor yang selalu ada perbaikan-perbaikan, ada kajian-kajian pengembangan dan penelitian. Kita kalo bahasa kasarnya hampir dengan Gontor itu susah. Maka optimalisasi kualitatif dengan kita mengajar atau tidak. Pelajaran apa yang kita mampu,yang membawa maju mundurnya pondok. Tidak pernah merasa cukup hanya mengandalkan pengabdian yang ala kadarnya yang selesai mengabdi1 tahun terus pulang, ganti lagi orangnya yang kualitasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Maka standarisasi orang-orang yang konsisten yang mungkin yang ada disini yang terus-menerus menjadi pemegang kendali dan tanggungjawab kualitas dari pelajaran itu. Kalau kita tidak belajar terbelenggu dengan sikap Saya sudah mengajar, saya sudah bisa merasa mampu itu keterbelakangan yang tidak terasa. Itu awal ketertinggalan kita. Sekali lagi saya ingatkan, kita ini bebas kalu sudah mengambil sikap. Bebas aktif kita adalah belajar meningkatkan kualitas dalam rangka perwujudan panca jangka Pondok Modern ini terutama pendidikan dan pengajaran, pemeliharaan wakaf dan kesejahteraan di pondok ini adalah berawal dari bagaimana pondok itu terus berkembang atau tidak. Tapi, sekali lagi saya mencoba memberi sebuah stimulus metodologi pemberdayaan anak-anak bisa memerima pelajaran.
Ada kelompok belajar, kita jangan terlalu condong ke formalisasi. Di Gontor itu, bahasa berkembang karena kelompok-kelompok belajar dan bahasa. Anak yang berbakat bahasa sudah ada. Maka itu segera dimotivasi dengan cara metodologi kita. Dukung anak-anak kita, beri stimulasi agar mereka dapat berkembang jadi kita tidak terbelenggu menyamaratakan anak yang tolol, tidak kreatif, yang tak terasa 6 tahun ngomong bahasa arab nggak bisa, bahasa inggris nggak bisa. Nulis bahasa arab jelek, suruh imami nggak bisa. Kenapa? Ini memakai faktor yang melatarbelakangi cara berpikir anak itu sendiri. Maka kita jangan sampai membiarkan terus anak-anak yang terbelenggu dengan kemalasan. Biar tidak move on. Tidak mau keluar dari zona nyaman. Sing penting kerasan. Pada kasus anak bawah misalnya. Sebodoh-bodoh dia juga manusia. Maka tetap harus tegas. Penilaian itu dari anak yang berprestasi. Ada yang disiplin, ada guru siapa yang pantas untuk mengabdi di pondok. Tapi keberanian untuk memilih dan memilah mungkin itu ketegasan untuk menentukan sadar diri dalam diri kita sendiri, memang begini adanya. Demikian kita tetap berupaya setiap tahun ada yang berprestasi dan meningkat. Ada kelompok belajar, ada optimalisasi dari muhadhoroh. Dari  muhadhoroh ini ada anak yang punya bakat orator.  Ini bakat santri dibiarkan begitu saja. Mempunyai keberanian tapi tidak memiliki inner yang cukup dalam artian kapasitas keilmuannya, kebahasaannya kurang. Nantinya, setelah lulus dari pondok ini profesinya ceramah. Saya belajar dari pesantren yang popular dari alumni-alumninya. Ada alumni yang sudah kemana-mana. Ada anak Al-Barokah yang mempopulerkan al-Barokah, menonjol. Maka itu hal-hal yang keliatan sederhana jika kita focus akan menghasilkan besar. Pemerataan harus dicoba. Jadi hal-hal yang lain harus dicoba.
Karena sebetulnya ada bakat yang harus diasah. Menjadi pembicara dan menjadi seorang orator. Itu bisa dikembangkan seni atau fashionnya. Kalau dikembangkan terus-menerus, dikasih kekurangan kamu itu disini. Coba improvenya disini. Lama-lama itu semakin baik. Kalau sudah kelas 3 itu bisa lumayan. Bisa kita angkat ke tingkat nasional, Jawa Timur. Itu maksud saya. Jadi murid kita yang sedikit ini kalo kita poles sungguh-sungguh bukan akan tambah berkembang. Kekecewaaan akan muncul. Maka perhatikan kualitas dan totalitas kita sebagai guru dalam membimbing, mengarahkan. Maka peran dan fungsi kalian itu pembimbing, pengarah. Tentu kalau maju itu dibimbing, dikontrol, diarahkan. Itu berarti kalau kitamemiliki program pada satu anak kalian punya tugas bimbingan, pengawalan. Program itu harusnya ada prestasi yang riil. Saya membimbing ini, hasilnya ini. Yang berprestasi ini. Nanti akan saya tanya dibimbing siapa. Jangan ngaku-ngaku itu bimbingan saya. Itu namanya menipu diri sendiri dan orang lain dan sama saja dengan munafik. Maka dalam hal membimbing, si A dan B harus jelas. Selama satu tahun saya mengarahkan si A dan hasil nya ini dalam pengabdian satu tahun ke depan. Kalau ngaku-ngaku itu laporan masa lalu. Maka laporan itu riil. Yang kamu kerjakan itu apa?  Yang kamu ajar itu apa? Nilainya dari 2 semua, dari nilai 7 semua naik ke 8. Jadi pengaruh kita sebagai guru karena membutuhkan lecutan. Anak-anak kita rata-rata seperti itu. Saya berkali-kali mencoba, mengamati dengan cara saya. Ketika anak disuruh bertanya, itu kalau tidak dipaksa tidak jalan. Kalau kamu menginginkan si A begini, kamu harus kawal terus. Bukan memerintah tapi dibiarkan. Membuka usul tapi usul doing. Kamu kerjakan ini! Tidak ditanya, hasilnya seperti apa. Jadi, bimbingan di bidang ekstra juga harus diluruskan. Tidak A, B C. Tambahan saya dalam pengembangan bahasa arab, bahasa inggris. Sebagaimana diupayakan harus ada lomba-lomba yang berhubungan dengan bahasa. Bagian diskusi, debat atau muhadatsah. Lomba muhadatsah itu luas. Muhadatasah ‘ani-l-ma’had. Muhadatsah ‘ani-l-qur’an. Ini muhadatsah tidak begitu-gitu saja. Madza fi-l-hujroti? Mata tanamu? Mata takulu? Dia pegang buku muhadatasah itu membelenggu. Inti dari belajar bahasa itu keberanian untuk takut salah dalam mengucapkan segala sesuatu. Hukum memcontoh itu harus ditinggalkan. Maka kalau mau berkembang, buat muhadatsah bil maudu’. Ini yang saya tangkap. Mengapa muhadatsah di Saudi Arabia di tingkat Madrasah Ibtidaiyyah itu tinggi. Karena maraji’ nahwu horof itu dari al-Qur’an Semua missal fi’il dari kalimat Allah. Jadi muhadatasah yang berkembang disini dicontoh. Kalau mau dilepas bukunya, dihapalkan. Tapi kalau pegang buku, itu belajar membaca bukan muhadatsah. Belajar muhadatasah itu belajar ngomong. Muhadatasah itu artinya ngobrol. Obrolan itu 2 bahasa. Dan harus dikembangkan. Maka modal kata kunci yang harus menjadi cara yang digunakan terus menerus adalah bagaimana kita berupaya terus dan konsisten pada pengarahan, penugasan, pelatihan anak-anak. Kalau belum bisa mulai dari level bawah. Level ini naik-naik terus saja.
Pembinaan secara konsisten dan istiqomah. Pembiasaan. Sekali lagi perhatian yang cukup, pengawasan yang baik dari guru untuk santri atau membawa mereka untuk kerasa betah dan berkembang. Maka kalau saya katakan anak-anak ini mulai stabil, maka kalau muncul itu mungkin kristalisasi peristiwa, itu mungkin karena telat bukan karena awal dari sini.Mutaakhiran. maka kalau sudah stabil seperti ini tinggal kita fokuskan. Focus dalam membina, memperhatikan, mengerahkan yang sungguh-sungguh yang terdepan itu kalian. Maka menjadilah contoh yang baik. Jangan mengabdi itu hanya mengajar, masuk kelas, terus dikamar saja. Nggak punya kreatifitas, nggak punya kebolehan. Harus kreatif. Bukan dengan hal0hal yang bau yang kalau sudah selesai cari lagi. Maka muncul kegiatan-kegiatan sehingga santri disini semakin berprestasi, semakin berkembang. Apalagi yang putri yang di MI, TK. Terus tidak peduli dengan keadaan pondok, dengan kegiatan santri. Peduli dengan lingkungan di sekitar asrama, kebersihan dan kerapiannya. Itu setidaknya kalian punya kreatifitas dan inisiatif untuk membantu untuk menjadi lingkungan yang bersih dan rapi. Pondok ini bukan hanya kekurangan personil dalam hal kebersihan dan kerapian. Yang kurang ini kekurangan orang yang rajin. Kalau kurang personil bisa, tapi kalau rajin itu menurut saya kurang open kalau dalam bahasa Jawa. Rajin itu orangnya ini ini ini. Saya jarang sekali mendapat orang yang rajin.
Perubahan-perubahan yang teratur tentang lingkungan. Ada lomba kerapian kamar. Standar kerapian putra dan putri itu ada ketentuan. Atau apa yang boleh diatas lemari dan kasur itu ditentukan. Seluruh benda yang tidak dipakai di kamar harus dikeluarkan. Kalau dikamar ada koper numpuk, koper ditumpuk dikeluarkan. Harus ada solusi tempat koper dan tas. Harus berpikir lebih praktis untuk mengatasi kesemrawutan koper. Kuatkan sabar. Konsisten tidaknya. Terus mengikuti peraturan dan disiplin. Itu yang sebenarnya diartikan dari suatu peraturan. Sungguh-sungguh berbuatlah untuk kemajuan pondok. Berbuat dan bekerja keras untuk kemaslahatan dan kemajuan pondok. InsyaAllah bagi mereka yang ikhlas, akan selalu benar, akan selalu kuat dan istiqomah dan memiliki prinsip dalam setiap langkah. Ikhlas itu tidak sekedar mau tapi melakukan dengan sabar pekerjaan yang diberi.
You May Also Like

Kemuliaan Seseorang Itu Di Dasari Oleh Adab Dan Ilmu Bukan Karena Keturunannya

Nasehat ulama dalam menilai seseorang, telah berkata al imam Assyafi’i radhiallahu anhu…

Taharrak Fa-Inna Fil Harakati Barakah

 AYO OLAHRAGA………….   Taharrak Fa-Inna Fil Harakati Barakah (Bergeraklah, karena setiap gerakan…

Kisah Nabi Nuh & Hikmahnya

KAN’AN DAN ANAK ZAMAN NOW Nama Kan’an tidaklah asing bagi kita, lebih-lebih…