KAN’AN DAN ANAK ZAMAN NOW

Nama Kan’an tidaklah asing bagi kita, lebih-lebih bagi mereka yang senang menikmati dalam membaca cerita-cerita para Nabi. Ia adalah salah satu dari putra Nabi Nuh ibn Lamik dari ibu Wali’ah. Nuh juga memiliki anak lainnya dari istri yang bernama Amrah, yakni Sam, Ham dan Yafith. Secara khusus, cerita Kan’an diabadikan dalam al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi kita semua. Bukan untuk ditiru. (Lihat, misalnya surat Hud:43)

Karenanya, figur Kan’an menarik untuk didiskusikan bila dikaitkan dengan prilaku anak kekinian atau anak zaman Now, lebih keren disebut. Mengapa, ya setidaknya soal hubungan Kan’an dengan Nabi Nuh selaku orang tua. Hubungan yang tidak sekedar biologis, tapi sekaligus hubungan batin; tepatnya soal kepatuhan kepada orang tua dan soal dimana kita harus patuh.

Bermula dari bisikan ruhiyyah atau semacam wahyu, setelah dakwah ratusan tahun lamanya hanya sedikit yang bertauhid, Nuh membuat kapal disiang bolong dan dalam kondisi kering meronta atau kemarau panjang. Tapi itulah, isyarat langit tidak bisa semuanya bisa didekati dengan logika-logika akali. Nuh menerima dengan sepenuh hati. Dan ini menunjukkan sesuatu yang irrasional menurut akal, bisa jadi rasional menurut Tuhan. Akal manusia terbatas, sementara akal Tuhan tanpa batas (‘aql al-Nas muhaddadun wa ‘aql al-Allah ghairu muhaddadin).

Kan’an meledek prilaku ayahnya yang aneh. Bahkan, prilaku berlebihan Kan’an juga menjadi sebab ia ingkar terhadap ajaran Nuh, ayahnya. Ketika, banjir besar benar-benar terjadi, Nuh dan kaumnya yang beriman masuk kapal bersama hewan-hewan yang berpasang-pasang. Tapi, Kan’an tetap angkuh dan tetap keras kepala bertahan tidak mengikuti ajakan orang tuanya naik kapal. Padahal, Nuh berkali-kali mengajak agar anaknya menaiki kapal.

Mungkin sudah malu atau memang sebab kesombongan hingga keimanan tidak masuk ke dalam hati Kan’an. Bahkan, iapun harus mati diseret banjir besarpun tetap tidak mau mengikuti. Itulah Kan’an yang hanya berpatokan pada fakta yang dianggapnya sebagai kegilaan; sebuah fakta kebenaran yang sulit dilihat dari fakta-fakta lain hingga mrnjadi sebab ia angguh dan sulit menerima keberanan ajakan Nuh.

Dalam konteks kekinian juga demikian. Anak zaman now harus membangun hubungan baik dengan orang tua. Bangun hubungan dengan keduanya dengan kelembutan sikap dan ucapan. Jangan pernah menghardik atau mencibir -apalagi meremehkan– apa yang dilakukan dan diucapkan oleh orang tua. Analisa dengan akal sehat dan semangat kelembutan pembacaan hati terdalam agar lahir kesimpulan dapat diputuskan pada saat yang tepat dan mengutamakan sisi bermanfaat.

Memang Kan’an dari awal mengganggap ayahnya, Nuh yang membuat kapal sebagai keanehan, untuk tidak mengatakan irrasional. Tapi, ketika manfaat kapal nampak seiring dengan datangnya banjir besar, Kan’an mestinya sedikit berpikir, bukan malah sombong dengan anggapan pasti bisa lari dari Banjir. Tapi, begitulah sombongnya menjadi jalan keimanan semakin tertutup rapi.

Tidak perlu malu, apalagi sombong. Fakta yang kita anggap benar, terkadang juga bisa salah sebab prediksi akal juga terbatas. Akal tidak bisa menembus kejadian setelahnya secara. Bisanya memprediksi berdasarkan fakta-fakta yang ditangkap di jagat raya ini. Perlu rendah hati agar kita terus belajar bahwa kebenaran sangat mungkin terjadi dari pihak lain. Harus menerimanya. Jangan atas nama kebenaran kita sombong dan jauh dari perintah orang tua, atas ajakan naik kapal dan beriman.

Anak muda zaman now, sekali lagi, harus jalin hibungan baik dengan orang tua, baik yang masih hidup maupun sudah meninggal. Pastinya, ketaatan harus dilihat apakah benar atau salah dalam konteks ajaran Islam?. Sebab tidak ada ketaatan pada yang lain dalam kemaksiatan (la tha’ata limakhlukin fi ma’sialil kholiq). Sekalipun salahpun, anak zaman now harus tetap jalin komunikasi yang baik, tidak boleh sembarang bersikap. Bila perlu, ajak beliau-beliau menepi untuk melahirkan kebaikan dan beriman.

Kan’an adalah potret anak yang membangkang terhadap ajakan orang tua. Cukup banyak contohnya, siapakah yang membangkang dipastikan celaka dan susah hidupnya, bahkan hidupnya terlunta-lunta. Teringat pesan nabi; kerelaan orang tua, mengantarkan rela Allah SWT. Murka orang tua berpotensi murkaNya.

Akhirnya, saatnya anak muda zaman now harus bergerak dalam hidup secara menyeluruh atau berpikir holistik dalam banyak hal, terlebih berkaitan dengan hubungan bermasyarakat, termasuk hubungan dengan orang tua dan guru. Jangan melihat kenyataan dari satu sudut pandang, apalagi didukung pengingkaran sepihak. Refleksikan dengan utuh, manfaat dan mafsadahnya. Jangan atas nama emosi kebenaran, kita mengabaikan manfaat malah memilih mafsadah. Sungguh, ini juga irrasional sebab orang hidup pasti menginginkan kemaslahatan melimpah, bukan mafsadah seperti Kan’an.

Kan’an adalah ‘ibrah bagi kita semua, khususnya anak muda zaman now, agar berhati-hati apapun kondisi sosial kita. Semoga hidup ini terus dibimbingNya agar berbakti kepada orang tua untuk menapaki jalan ridha Allah Swt. Amin.

Semoga manfaat.

#25TahunPondokModernAlbarokah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Taharrak Fa-Inna Fil Harakati Barakah

 AYO OLAHRAGA………….   Taharrak Fa-Inna Fil Harakati Barakah (Bergeraklah, karena setiap gerakan…

H. Noor Syahid, M.Pd. – Pesan Dan Nasehat Untuk Anggota FPAG Jawa Timur – Pondok Alumni Gontor

Pesan Dan Nasehat Untuk Anggota FORUM ALUMNI GONTOR JAWA TIMUR Oleh: H.…