Standarisasi Ulama

Published on

Penulis

Share Article

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Khaled Hidayatullah

Standarisasi Ulama

Seseorang untuk disebut sebagai ulama, terdapat kriteria yang ditetapkan.

Ahmad bin al-Munadi berkata:

Seseorang bertanya kepada Imam Ahmad Ibnu Hanbal.

“Ketika seseorang menghafal 100 hadis, apakah dia lantas pantas disebut sebagai faqih?” Imam Ahmad bin Hanbal:

“Belum!”

“200 ribu hadis?”

“Belum!”

“300 ribu hadis?

“Belum!”

“400 ribu hadis?”

“Iya. Sudah.”

Aku bertanya kepada kakekku berapa sih hafalan hadis Imam Ahmad bin Hanbal? Beliau menjawab: “600 hadis!”

Imam Abu Hayyan al-Andalusi — sebagaimana diceritakan syaikh Fauzi Qonate — memberi kriteria yang ketat kepada ulama Andalusia: al-Kitab Sibawaih.

الذين لا يقرأون كتاب سيبويه لا يعرفون شيئا من النحو

Orang-orang yang belum membaca dan paham kitab Sibawaih, ia masih gak tahu apa-apa tentang Nahwu!

Syaikh Ali Gomma pernah berkata:

“Hafal Alquran saja belum cukup untuk menjadikanmu seorang ulama!”

Saat ini kata “ulama” tak lagi memiliki nilai magis dan ruh saat ia hanya digunakan oleh beberapa kelompok untuk mendukung salah satu calon presiden dan keulamaan bisa saja hilang ketika ia mendukung salah satu calon presiden.

Hasbunallah wa Nikmal Wakil
Anehnya sekarang banyak orang-orang yang ngaku ulama. Na’udzubillah

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp